SHARE YA KAK!, Jakarta — Duit negara di APBN 2025 nilainya fantastis. Pemerintah pusat mengelola anggaran mencapai Rp2.701,4 triliun data kemenkeu. Jumlah ini mencakup seluruh belanja kementerian dan lembaga negara yang tersebar di berbagai sektor, mulai dari pertahanan, pendidikan, kesehatan, hingga urusan birokrasi dan administrasi negara. Namun, pembagian anggaran ini menimbulkan pertanyaan: lebih besar mana alokasi untuk urusan pemerintahan dibanding program untuk rakyat?
Sebagian besar anggaran itu memang terserap di kementerian dan lembaga. Tapi di antara tumpukan belanja rutin tersebut, terselip pula program-program yang menyasar langsung kesejahteraan rakyat. Pemerintah mengklaim bahwa sekitar dua pertiga dari belanja kementerian dan lembaga digunakan untuk membiayai program publik, mulai dari bansos, pendidikan, dana desa, kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur dasar. Angka itu ditaksir mencapai sekitar Rp1.800 triliun dari total Rp2.701,4 triliun belanja pemerintah pusat.
Sementara itu, anggaran untuk lembaga legislatif seperti DPR, MPR, dan DPD juga tidak kecil. DPR RI pada tahun anggaran 2025 mendapatkan alokasi sekitar Rp9,25 triliun, MPR mengusulkan anggaran Rp1,18 triliun, dan DPD mengajukan pagu Rp1,17 triliun. Artinya, lembaga legislatif total menyerap sekitar Rp12–13 triliun dari kas negara hanya untuk operasional dan program internalnya.
Di sisi lain, pemerintah tetap melanjutkan berbagai program bantuan sosial. Total anggaran perlindungan sosial dalam RAPBN 2025 mencapai Rp504,7 triliun. Program-program ini mencakup PKH, BPNT, bantuan beras, bantuan BPJS Kesehatan, hingga program unggulan Presiden Prabowo berupa makan bergizi gratis.
Kementerian Sosial sendiri mengelola lebih dari Rp120 triliun dari anggaran tersebut. Hingga awal tahun 2025, sudah tersalurkan sedikitnya Rp18 triliun bantuan kepada jutaan keluarga penerima manfaat. Penebalan bansos juga dilakukan pada pertengahan tahun dengan tambahan Rp200 ribu sembako dan 10 kilogram beras per bulan untuk 18,3 juta penerima.
Program makan bergizi gratis (MBG) juga menyerap anggaran besar. Dari estimasi awal sebesar Rp171 triliun, realisasi MBG tahun ini dipangkas menjadi sekitar Rp121 triliun karena berbagai alasan efisiensi. Meski demikian, program ini tetap dijalankan dan menjadi ikon dari kampanye Presiden Prabowo.
Satu lagi bantuan pemerintah yang menyasar kelompok pekerja adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU). Pada 2025, BSU diberikan kepada 8,7 juta pekerja formal dengan pendapatan di bawah Rp3,5 juta per bulan. Setiap penerima mendapatkan bantuan Rp600 ribu untuk dua bulan. Total anggaran yang terserap diperkirakan Rp10,72 triliun.
Dari angka-angka tersebut, tampak bahwa pemerintah mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan operasional negara dan program sosial untuk rakyat. Namun, secara kasat mata, publik bisa menyaksikan bagaimana besarnya uang negara yang digunakan untuk membiayai elite politik dan birokrasi pemerintahan. Apakah penggunaannya efisien? Apakah hasilnya sebanding dengan pengorbanan rakyat pembayar pajak? Jawaban atas pertanyaan itu hanya bisa diuji lewat hasil nyata dan dampak kesejahteraan yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
(Red/Vendetta)