Jasa Website Berita Online

Utang Paylater & Pinjol Melejit, Ekonomi Lesu? Gagal Bayar 2025 Bikin Merinding!

author photo Minggu, Mei 18, 2025



SHARE YA KAK!, Jakarta — Lonjakan penggunaan layanan paylater dan pinjaman online (pinjol) kini memicu kekhawatiran serius. Di tengah perlambatan ekonomi yang masih membayangi sejak akhir 2024, tren gagal bayar atau kredit macet terus mengalami peningkatan tajam. Kondisi ini menimbulkan efek domino, tak hanya terhadap industri keuangan tapi juga terhadap daya beli masyarakat.

Berdasarkan data dari CNBC Indonesia (18/2/2025), jumlah kredit macet alias Non Performing Loan (NPL) pindar—yakni kredit yang berpindah status dari lancar menjadi bermasalah—telah menembus Rp2,01 triliun. Menariknya, segmen Generasi Z tercatat sebagai kelompok penyumbang terbesar dalam kategori gagal bayar, khususnya pada platform pinjaman digital dan layanan paylater.

Sementara itu, menurut laporan Kontan Insight, bank-bank besar di Indonesia terpaksa meningkatkan biaya pencadangan kerugian kredit akibat melonjaknya rasio NPL. Hal ini menjadi sinyal bahwa tekanan pada sektor perbankan semakin berat, seiring dengan meningkatnya risiko gagal bayar dari debitur, baik dari sektor konsumtif maupun rumah tangga.

Tak hanya Gen Z, kelompok rumah tangga pun ikut mencatatkan peningkatan signifikan dalam rasio kredit bermasalah. Masih dari Kontan, rasio kredit macet rumah tangga di awal 2025 mengalami tren naik yang konsisten. Kondisi ini disebabkan oleh beban cicilan yang menumpuk, terutama dari penggunaan paylater, pinjaman multiguna, hingga kredit konsumsi lainnya yang tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan.

Afirmasi Bebas Hutang
Klik disini!

Fenomena ini semakin diperparah dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan laporan berbagai media ekonomi pada akhir 2024, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai kisaran 4,6%, meleset dari target APBN yang dipatok di atas 5%. Sektor-sektor utama seperti perdagangan, manufaktur, dan konstruksi menunjukkan kontraksi atau pertumbuhan yang stagnan. Daya beli masyarakat pun ikut melemah, memicu kenaikan konsumsi berbasis utang jangka pendek seperti paylater dan pinjol.

“Ini menjadi bom waktu,” ujar analis ekonomi yang dikutip dari berbagai media. “Kredit berbasis konsumsi yang terus tumbuh tanpa diimbangi dengan kualitas debitur yang baik akan menyebabkan tekanan sistemik pada lembaga keuangan, termasuk fintech lending dan bank digital.”

Sementara itu, Tempo dalam laporannya mencatat peningkatan minat masyarakat terhadap layanan paylater dan pinjol yang semakin meluas, bahkan menjadi kebiasaan konsumsi baru. Namun, minimnya literasi keuangan, terutama di kalangan anak muda dan masyarakat berpendapatan rendah, membuat banyak pengguna tidak siap menghadapi risiko bunga tinggi dan cicilan yang menumpuk.

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mulai mengeluarkan peringatan keras kepada lembaga keuangan untuk memperketat penyaluran kredit konsumsi. OJK mencatat bahwa NPL industri fintech lending sudah menunjukkan sinyal rawan dan mendorong pemain pinjol untuk meningkatkan transparansi dan mitigasi risiko.

Di tengah kondisi ini, para ekonom memperingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut tanpa intervensi struktural—seperti peningkatan literasi keuangan, pengendalian konsumsi berbasis utang, dan pemulihan daya beli—maka potensi krisis kredit di level rumah tangga bisa menjadi masalah serius dalam perekonomian nasional pada 2025.

(Red/Vendetta)

Sumber: KNTN, CNBC, TMP

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online