Jasa Website Berita Online

Tanpa Disadari, 5 Masalah Ini Membuat Rakyat Sulit Keluar dari Kemiskinan

author photo Jumat, Juni 06, 2025


SHARE YA KAK!
, Jakarta — Di tengah kabar pertumbuhan ekonomi yang diklaim terus positif, kenyataan di lapangan justru memperlihatkan hal sebaliknya. Banyak warga Indonesia makin terjerat kemiskinan, utang, dan beban hidup yang kian berat.

Sejumlah pengamat menilai, masalah tersebut bukan sekadar akibat situasi global atau kurangnya daya saing, melainkan juga karena struktur sistem ekonomi dan hukum di Indonesia yang tidak berpihak kepada rakyat kecil.

"Ini bukan semata-mata persoalan ekonomi atau individu. Kita sedang menghadapi kemiskinan yang dibentuk dan dipelihara oleh struktur yang keliru," ujar Ir. Termul Wowik, pengamat ekonomi dan kebijakan publik, dalam wawancara pekan ini.

Berikut lima masalah utama yang disebut memperkuat kemiskinan struktural di Indonesia:

1. Pajak Tinggi, Tapi Tidak Pro-Rakyat

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah terus meningkatkan penerimaan pajak, termasuk dengan menaikkan tarif PPN dan memperluas basis pajak. Namun, sebagian kalangan menilai beban tersebut justru lebih banyak dirasakan oleh masyarakat menengah bawah.

"Kenaikan pajak tidak salah jika diarahkan untuk layanan publik yang adil. Masalahnya, di Indonesia, pajak tinggi tidak berbanding lurus dengan perlindungan bagi rakyat kecil. Kualitas layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan masih jauh dari harapan," kata Termul.

Sementara itu, sejumlah insentif dan celah perpajakan untuk korporasi besar masih tetap lebar.

2. Jvd0l yang Merajalela, Negara Terlihat Abai

Praktik Jvd0l (judi online) makin marak di berbagai platform digital. Data dari sejumlah lembaga keuangan menunjukkan peningkatan signifikan dalam aliran dana ke rekening yang terkait dengan transaksi Jvd0l.

Ironisnya, penindakan terhadap praktik ini dinilai masih lemah. Banyak situs dan aplikasi Jvd0l mudah diakses bahkan oleh remaja.

"Pemerintah tampak setengah hati. Ini seharusnya darurat sosial. Banyak keluarga kehilangan penghasilan karena anggota rumah tangganya terjerat Jvd0l. Dampaknya nyata terhadap kemiskinan," ujar Termul.

3. Ledakan Pinjol dan Paylater: Jerat Utang Struktural

Pertumbuhan pesat pinjaman online (pinjol) dan skema pembayaran Paylater menjadi fenomena yang kian meresahkan. Berdasarkan data OJK per Mei 2025, jumlah pengguna pinjol aktif meningkat 18% dibanding tahun sebelumnya, sementara angka kredit macet juga terus naik.

Di sisi lain, literasi keuangan masyarakat masih rendah. Banyak warga tergoda menggunakan pinjol dan Paylater untuk memenuhi kebutuhan dasar, bukan untuk keperluan produktif.

"Pinjol dan Paylater menjadi substitusi kebutuhan pokok. Ini indikasi bahwa struktur ekonomi gagal menyediakan jaring pengaman yang memadai," kata Termul.

Bebas Lilitan Hutang
Klik disini!

4. Pelemahan Penindakan KPK: Korupsi Kian Sistemik

Sejak diberlakukannya revisi UU KPK pada 2019, lembaga antirasuah ini dinilai makin kehilangan taring. Sejumlah kasus besar tak kunjung diselesaikan, sementara persepsi publik terhadap efektivitas pemberantasan korupsi kian menurun.

"Kalau korupsi makin dibiarkan, itu artinya negara secara sadar membiarkan aliran uang rakyat terus dikorupsi. Uang yang seharusnya untuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial justru hilang," ujar Termul.

5. Mandulnya Pengesahan UU Perampasan Aset & Hukuman Mati Koruptor

Salah satu upaya yang dinilai krusial untuk memutus rantai korupsi adalah pengesahan UU Perampasan Aset. Namun, hingga kini, RUU tersebut belum juga disahkan. Usulan hukuman mati bagi koruptor pun masih mandek di level wacana.

Padahal, di sejumlah negara lain, penguatan penegakan hukum terhadap koruptor terbukti efektif dalam mempersempit ruang kejahatan tersebut.

"Kalau negara serius ingin memutus kemiskinan struktural, penindakan korupsi harus tegas. Tanpa penguatan aturan perampasan aset, kita hanya akan melihat lingkaran setan kemiskinan yang terus berulang," pungkas Termul.

Menuju Reformasi Struktural

Di tengah tantangan global, Indonesia memang membutuhkan reformasi ekonomi. Namun tanpa perbaikan dalam struktur hukum dan tata kelola, kemiskinan berpotensi makin mengakar.

"Kemiskinan yang kita lihat hari ini bukan semata akibat malas atau kurang kerja keras. Ini kemiskinan yang dibangun oleh struktur yang salah urus. Kalau kita tak segera memperbaikinya, dampaknya bisa semakin buruk ke depan," tutup Ir. Termul Wowik.


(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online