Sejak awal 2023, BI secara bertahap menaikkan suku bunga acuan hingga mencapai 6,50 persen pada kuartal pertama 2025. Tujuannya adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan meredam tekanan inflasi global. Namun, kenaikan ini menekan kemampuan bayar debitur yang KPR-nya sudah memasuki masa bunga mengambang.
Umumnya, KPR diberikan dengan skema bunga tetap (fixed) selama 1–5 tahun pertama. Setelah masa tersebut berakhir, bunga berubah mengikuti suku bunga pasar. Saat inilah beban cicilan mulai terasa.
Naik Hingga Rp2 Juta per Bulan
Dimas (34), seorang karyawan swasta di Jakarta, mengaku cicilan rumahnya melonjak hampir Rp1,8 juta setelah bunga fixed berakhir akhir 2024 lalu. "Awalnya cicilan saya Rp5,5 juta per bulan, sekarang jadi lebih dari Rp7,3 juta. Rasanya seperti dihantam dua kali—harga kebutuhan pokok naik, cicilan pun ikut naik," ujarnya.
Kasus Dimas bukanlah satu-satunya. Laporan dari Lifepal menyebutkan, bunga floating KPR di sejumlah bank nasional saat ini sudah menyentuh angka 11% hingga 13% per tahun. Sebagai perbandingan, pada masa bunga tetap, nasabah hanya dikenai bunga 3% hingga 6%.
Gelombang Take Over KPR
Kondisi ini memicu tren take over KPR secara masif. Nasabah memindahkan pinjamannya ke bank lain yang menawarkan program bunga tetap baru, biasanya selama tiga tahun. Tujuannya, agar cicilan bisa kembali stabil.
"Permintaan take over meningkat sekitar 30 persen dibanding tahun lalu," ujar Andri, salah satu staf pemasaran bank swasta nasional. Ia menambahkan, mayoritas nasabah berasal dari kalangan usia 30–40 tahun yang mulai terbebani pengeluaran rumah tangga.
Bank pun menyambut tren ini dengan berbagai promosi, seperti bebas biaya appraisal, diskon provisi, hingga bunga fixed 3 tahun mulai dari 5,5 persen.
Solusi atau Risiko Baru?
Meski take over menjadi solusi jangka pendek, beberapa ekonom mengingatkan agar nasabah berhati-hati. “Take over memang bisa menurunkan cicilan, tapi kalau tidak disertai perhitungan keuangan matang, justru bisa menimbulkan beban baru dalam jangka panjang,” ujar pengamat ekonom law studies.
Ia juga menyoroti potensi kredit macet di sektor perumahan jika tren suku bunga tinggi terus berlanjut. Data OJK menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) untuk KPR menunjukkan tren naik tipis sejak pertengahan 2024.
Pemerintah dan BI sejauh ini belum memberi sinyal akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat. Oleh karena itu, perbankan dan nasabah diharapkan mulai menyesuaikan diri dengan lanskap suku bunga tinggi yang kemungkinan bertahan hingga pertengahan 2026.