SHARE YA KAK! — Solo, Proyek Strategis Nasional atau PSN adalah program percepatan pembangunan infrastruktur yang digagas pemerintah dengan tujuan mendorong pemerataan ekonomi, memperluas konektivitas antardaerah, membuka lapangan kerja, dan menurunkan biaya logistik. Melalui peraturan presiden, pemerintah menetapkan ratusan proyek strategis mulai dari jalan tol, rel kereta cepat, bendungan, pelabuhan, kawasan industri, hingga reklamasi dan tambang mineral strategis.
Di atas kertas, PSN diharapkan menjadi tulang punggung transformasi ekonomi Indonesia agar tidak hanya bertumpu pada pulau Jawa. Namun, di lapangan, tidak sedikit proyek PSN yang memunculkan berbagai konflik agraria, penggusuran, kerusakan lingkungan, dan pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya diuntungkan.
Beberapa contoh PSN yang saat ini berjalan di berbagai wilayah juga menimbulkan dampak yang kontras. Jalan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatra misalnya, dinilai membantu mobilitas barang dan orang, tetapi di banyak daerah, lahan pertanian produktif hilang, ganti rugi tanah bermasalah, dan sebagian warga kehilangan sumber pendapatan.
Proyek Rempang Eco City di Batam menjadi sorotan nasional karena penolakan masyarakat adat Melayu Rempang yang terancam relokasi paksa. Bendungan Bener di Purworejo juga memicu penolakan warga Desa Wadas karena lahan mereka digunakan untuk tambang batu andesit sebagai material bendungan. Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang diharapkan menjadi simbol modernisasi transportasi juga tidak lepas dari polemik, mulai dari pembengkakan biaya hingga sengketa lahan pemukiman warga.
Di wilayah pesisir, proyek Pelabuhan Patimban di Subang diklaim sebagai pusat logistik ekspor-impor otomotif. Namun, nelayan lokal mengeluh area tangkap ikan menyempit dan hasil tangkapan menurun. Proyek tanggul laut raksasa dan reklamasi di pesisir utara Jakarta hingga Tangerang atau dikenal sebagai NCICD juga ditargetkan mengendalikan banjir rob sambil membuka kawasan bisnis elit baru. Sayangnya, dampaknya justru membuat nelayan kehilangan mata pencaharian, kampung pesisir tergusur, dan banjir di permukiman rakyat kecil semakin sering terjadi.
Sektor tambang nikel di Sulawesi juga masuk dalam kategori PSN karena pemerintah menetapkan hilirisasi mineral strategis sebagai proyek prioritas nasional. Kawasan industri nikel di Morowali, Weda Bay, dan Pulau Obi menjadi pusat pemurnian logam untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. Di satu sisi, ribuan tenaga kerja diserap dan ekspor nikel naik pesat, tetapi di sisi lain, laporan organisasi lingkungan seperti JATAM dan WALHI mencatat kerusakan hutan, pencemaran laut, kecelakaan kerja, hingga konflik dengan masyarakat adat.
Komnas HAM mencatat sepanjang 2020 hingga 2023 ada lebih dari seratus aduan terkait penggusuran paksa, relokasi tanpa kesepakatan adil, hingga sengketa tanah akibat proyek PSN. Komnas Perempuan juga menyoroti bahwa konflik akibat PSN seringkali berdampak paling berat pada perempuan dan anak-anak karena hilangnya tempat tinggal dan sumber penghidupan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) berulang kali mengingatkan risiko bencana ekologis akibat proyek PSN, terutama bendungan raksasa, tambang nikel, dan reklamasi pantai yang mengancam keanekaragaman hayati. Pengamat politik Universitas Indonesia, Dr. Sulfikar Amir, menyebut PSN sebagai bukti kuat bagaimana praktik oligarki bekerja di Indonesia: proyek raksasa dikawal konsorsium swasta dan BUMN, sementara masyarakat di sekitar proyek kerap hanya jadi penonton atau korban.
Tokoh masyarakat adat Muhammad Rusdi menyampaikan, pembangunan seharusnya memakmurkan rakyat, bukan justru merampas tanah leluhur dan memutus sejarah sosial budaya komunitas adat. Persoalan mendasar PSN selama ini bukan pada cita-cita pembangunan, tetapi pada praktik pelaksanaan yang kerap abai pada prinsip keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia.
Proyek Strategis Nasional pada akhirnya memang menjanjikan pertumbuhan ekonomi, tetapi pelaksanaannya tak boleh mengorbankan hak hidup rakyat kecil, keadilan agraria, dan keberlanjutan lingkungan. Pertanyaan besar tetap menggantung di benak banyak orang: PSN ini untuk siapa — benar-benar untuk rakyat, atau sekadar untuk mengokohkan kuasa segelintir elite ekonomi dan politik?
Penulis: Ir. Termul Wowiek, S.IP
(Red/Vendetta)