SHARE YA KAK! — Jakarta, Di tengah kondisi ekonomi yang makin lesu dan daya beli masyarakat yang terus menurun, harga kebutuhan pokok justru kian membebani rakyat. Beras, sebagai bahan pangan utama, menjadi sorotan setelah harganya menembus di atas batas Harga Eceran Tertinggi (HET) meski pemerintah mengklaim stok cadangan aman.
Berdasarkan data terbaru, harga beras medium nasional tercatat Rp 13.772 per kilogram pada 10 Juni lalu, atau melonjak lebih dari 10 persen di atas HET yang ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kilogram. Harga ini bahkan naik lagi pada pertengahan Juni hingga mendekati Rp 14.000 per kilogram. Sementara itu, beras premium rata-rata berada di kisaran Rp 15.700 per kilogram, juga mengalami kenaikan sekitar 1 persen dibanding bulan sebelumnya.
Ironisnya, kenaikan harga ini terjadi saat pemerintah memiliki cadangan beras yang cukup, mencapai sekitar 4 juta ton. Namun, distribusi beras Bulog dinilai belum maksimal. Beberapa pihak, termasuk Satgas Pangan, menduga ada permainan mafia pangan yang sengaja menahan pasokan di tingkat distributor agar harga tetap tinggi. Temuan di Pasar Induk Beras Cipinang bahkan menunjukkan adanya manipulasi data stok, di mana catatan pengeluaran beras tidak sesuai dengan jumlah fisik yang ada.
Dampak kenaikan harga beras ini langsung dirasakan para pedagang pasar. Sumiati, pedagang beras di Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengaku penjualan turun drastis sejak harga beras merangkak naik. “Orang sekarang beli beras sedikit-sedikit. Biasanya satu karung 10 kilo, sekarang paling 3 kilo dulu. Modal saya juga ketahan, mau kulakan takut rugi,” keluh Sumiati.
Senada dengan pedagang, para petani di sentra produksi juga merasa tak diuntungkan meski harga beras naik di tingkat konsumen. Suparman, petani padi di Indramayu, mengatakan harga gabah di tingkat petani justru tidak naik sebanding dengan kenaikan harga di pasar. “Yang untung tetap tengkulak sama pemain besar. Petani jual gabah Rp 6.000 per kilo, di pasar sudah Rp 14.000 berasnya. Ongkos tanam, pupuk, sama upah pekerja naik semua. Kalau begini terus, ya petani tetap susah,” ujar Suparman.
Pemerintah sendiri berupaya menekan gejolak harga beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Lewat program ini, beras medium akan didistribusikan ke pasar dengan harga jual Rp 12.500 per kilogram. Selain itu, penyaluran bantuan sosial berupa beras 10 kilogram per keluarga penerima manfaat juga diperpanjang hingga Juli mendatang untuk 18,3 juta keluarga di seluruh Indonesia.
Kenaikan harga beras di tengah menurunnya daya beli masyarakat menjadi ujian nyata bagi efektivitas kebijakan pangan nasional. Stok melimpah di gudang tak akan berarti apa-apa bila distribusi di lapangan tidak transparan dan masih diintervensi oknum yang mencari keuntungan di tengah kesulitan rakyat. Jika tak segera diatasi, beban rakyat kecil hanya akan semakin berat: ekonomi lesu, upah jalan di tempat, sementara nasi di meja makan makin mahal.
(Red/Vendetta)