Jasa Website Berita Online

Permintaan Kredit Meledak, Tabungan Seret, Bank Terbitkan Obligasi, Sinyal Apa Ini?

author photo Senin, Juni 16, 2025



SHARE YA KAK!, Jakarta — Di tengah ekonomi yang masih lunglai, sektor perbankan Indonesia kini menghadapi situasi pelik. Permintaan kredit dari masyarakat melonjak tinggi, tapi tabungan justru kian menipis. Akibatnya, banyak bank terpaksa berburu dana segar dengan cara menerbitkan obligasi jumbo. Langkah ini patut diwaspadai, karena jika tak dikelola hati-hati, bisa berujung pada risiko gagal bayar dan kredit macet di kemudian hari.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit rumah tangga dan konsumsi tembus di atas 10% secara tahunan hingga Mei 2025. Di sisi lain, tabungan dan deposito masyarakat hanya naik tipis, sekitar 3% hingga 4% saja. Ketimpangan ini membuat rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank-bank nasional mendekati 88 persen, artinya likuiditas makin menipis sementara permintaan pinjaman terus membengkak.

Tak ingin roda kredit terhenti, banyak bank akhirnya memilih jalan pintas: menerbitkan obligasi besar-besaran. Catatan Kontan.co.id dan CNBC Indonesia menyebut, bank-bank besar seperti BRI, BNI, BSI, OCBC NISP, hingga Mandiri Taspen sudah siap melepas obligasi dengan nilai total hampir Rp 18 triliun. BRI misalnya, akan menggelontorkan Obligasi Sosial Berkelanjutan senilai Rp 5 triliun, sementara BNI membidik Sustainability Bond dengan target dana segar Rp 5 triliun juga. Langkah serupa diikuti oleh bank-bank lain demi menambal likuiditas yang makin tipis.

Bagi masyarakat awam, obligasi adalah surat utang yang diterbitkan bank untuk meminjam dana dari investor publik. Bank wajib membayar bunga secara rutin, lalu mengembalikan pokok utangnya saat jatuh tempo. Praktik ini sah dan umum dilakukan, namun bukan tanpa risiko. Di satu sisi, obligasi jadi solusi cepat untuk menutup kebutuhan dana. Di sisi lain, beban bunga yang harus dibayar bank juga menumpuk, sementara kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih. Jika penyaluran kredit ke masyarakat tidak dibarengi kemampuan bayar yang baik, potensi kredit macet bisa muncul. Akibatnya, kesehatan keuangan bank pun terancam.

Beberapa ekonom mengingatkan bahwa strategi menerbitkan obligasi sah-sah saja, asalkan manajemen risiko dilakukan ketat. Namun publik juga perlu waspada: di balik gencarnya penyaluran kredit, daya beli masyarakat belum sepenuhnya kuat. Jika ekonomi tidak cepat pulih, maka bisa muncul risiko gagal bayar dari debitur. Imbasnya, bank bisa menanggung beban ganda: bunga obligasi yang harus dibayar ke investor, dan kredit macet yang menggerus keuntungan.

Meski begitu, bank-bank besar menegaskan bahwa penerbitan obligasi saat ini juga diarahkan untuk pembiayaan berkelanjutan dan proyek hijau, sesuai tren sustainability. Namun pada akhirnya, penguatan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang sehat tetap menjadi kunci utama agar arus kredit tetap lancar, obligasi bisa dilunasi tepat waktu, dan potensi krisis likuiditas bisa dihindari.

Sumber: KNTN, BSNS

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online