Jasa Website Berita Online

Komplit Sudah: PHK di Mana-mana, Jualan Sepi, Daya Beli Nyungsep, Hutang Numpuk!

author photo Minggu, Juni 29, 2025



SHARE YA KAK!, Jakarta — Musim paceklik ekonomi belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Justru bagi sebagian besar rakyat kecil, inilah babak terburuk dalam perjalanan ekonomi mereka. Pemutusan hubungan kerja terjadi di banyak tempat, pedagang mengeluhkan jualan yang makin sepi, daya beli masyarakat melemah, dan hutang—terutama dari pinjaman online—menumpuk tanpa ampun.

"Komplit sudah penderitaan rakyat. Hidup makin sulit, PHK dimana-mana, Jualan Sepi, Daya beli nyungsep dan Hutang pinjol numpuk tapi solusinya tak pernah menyentuh yang paling dasar!” kata Ir. Termul Wowiek, pengamat ekonomi rakyat yang aktif memantau denyut pasar, minggu (29/6).

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat lebih dari 82 ribu pekerja terkena PHK hingga Mei 2025. Sebagian besar berasal dari sektor manufaktur, tekstil, hingga startup digital yang tak lagi mendapat napas investasi. Di sejumlah sentra industri seperti Cikarang dan Karawang, buruh mengeluhkan pesangon yang tak kunjung dibayar, sementara lapangan kerja baru nyaris tak tersedia. Beberapa pabrik bahkan menghilang tanpa pemberitahuan.

Situasi ini diperparah oleh lesunya sektor perdagangan. Di pusat grosir Tanah Abang maupun pasar tradisional di kota-kota kecil, pedagang mengaku omzet mereka terjun bebas. Satu-dua pembeli masih datang, tapi nyaris tak ada transaksi. Potongan harga hingga promosi tidak lagi menarik perhatian. Konsumen tampak lebih sibuk menghitung uang untuk kebutuhan pokok. Di toko daring, pelaku UMKM bahkan menyebutkan penurunan pesanan hingga 50 persen. "Biasanya seminggu kirim 30 orderan, sekarang lima saja sudah syukur," ujar Rina, penjual aksesori handmade di Depok.

Data dari Badan Pusat Statistik juga tidak menghibur. Indeks Keyakinan Konsumen pada April 2025 berada di angka 78,4—jauh di bawah titik optimisme. Artinya, mayoritas masyarakat pesimis terhadap kondisi ekonomi saat ini dan yang akan datang. Belanja rumah tangga makin diarahkan hanya untuk makan, transportasi, dan pengeluaran darurat. Kebutuhan sekunder ditunda, hiburan ditiadakan, dan keinginan diganti dengan kalkulasi.

"Kalau isi dompet cuma cukup buat makan hari ini, mana sempat mikir belanja baju atau ganti HP,” ujar Termul, menegaskan logika sederhana yang kini jadi prinsip hidup berjuta keluarga Indonesia.

Di tengah tekanan ini, satu-satunya celah yang masih terbuka adalah utang. Tapi celah ini pun ternyata adalah jebakan. Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2025 mencatat outstanding pinjaman dari fintech peer-to-peer lending atau pinjol mencapai Rp 80,03 triliun, dengan lebih dari 19 juta peminjam aktif. Kebanyakan dari mereka adalah generasi usia produktif 19–34 tahun yang kini lebih dulu menanggung beban gagal bayar. Indikator keterlambatan pembayaran selama lebih dari 90 hari (TWP90) meningkat, menunjukkan banyak peminjam mulai kesulitan melunasi cicilan. “Rakyat dipaksa hidup dari utang. Pinjol itu oase semu—bukannya menolong, malah menjerat,” kata Termul.

Namun di tengah derita ini, respons pemerintah dinilai belum menjangkau jantung persoalan. Yang dibicarakan justru proyek-proyek jangka panjang dan agenda-agenda besar yang belum tentu menyentuh dapur rakyat. Pembangunan Ibu Kota Nusantara, parade investor asing, dan rencana dana abadi digital seolah lebih mendapat ruang daripada isu pasar sepi dan rakyat lapar.

“Negara sibuk membangun gedung baru, sementara dapur rakyat gak ngebul. Apa gunanya visi besar kalau isi piring kosong?” Termul menyampaikan kritiknya dengan nada getir.

Kondisi ini mengingatkan kembali bahwa pemulihan ekonomi tidak bisa hanya diukur lewat angka pertumbuhan. Ia harus terasa di kantong rakyat, di warung-warung kecil, di pasar tradisional, dan di aplikasi pinjaman yang kini jadi penyambung hidup. Tanpa langkah konkret seperti bantuan tunai langsung, relaksasi utang UMKM, atau penghapusan bunga pinjol untuk rakyat kecil, maka jeritan ini akan terus menggema—dan pada satu titik, bisa meledak.

“Rakyat tak butuh janji manis 2045. Yang dibutuhkan sekarang: makan hari ini, bayar cicilan minggu ini, dan hidup tanpa was-was bulan depan,” tutup Termul.

(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online