Jasa Website Berita Online

Iran Ancam Tutup Selat Hormuz: BBM Bisa Naik, Inflasi Mengintai, RI Harus Waspada!

author photo Rabu, Juni 25, 2025



SHARE YA KAK!, Iran — Krisis geopolitik di kawasan Teluk Persia kembali meningkat setelah rangkaian serangan militer antara Amerika Serikat dan Iran dalam sepekan terakhir. Serangan udara yang dilancarkan AS pada 22 Juni 2025 menghantam tiga fasilitas nuklir utama Iran di Natanz, Fordow, dan Isfahan, dengan menggunakan pesawat pembom B-2 dan rudal Tomahawk dari kapal selam. Presiden Donald Trump menyebut operasi tersebut sebagai “sukses besar” dan bagian dari langkah strategis untuk menekan ambisi nuklir Teheran.

Dua hari berselang, Iran meluncurkan balasan dengan menargetkan Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, markas militer terbesar AS di Timur Tengah. Serangan yang disebut sebagai “Operasi Herald of Victory” ini menghantam beberapa titik strategis di dalam kompleks militer. Ketegangan meningkat tajam dan menyeret seluruh kawasan dalam ketidakpastian keamanan. Ketika perhatian dunia tertuju pada eskalasi militer, parlemen Iran mengesahkan resolusi politik yang membuka kemungkinan penutupan Selat Hormuz, jalur laut penting yang dilalui sekitar 20 persen pasokan minyak global.

Hingga saat ini, Selat Hormuz belum resmi ditutup. Wacana penutupan masih berada dalam tahap pertimbangan dan menunggu persetujuan akhir dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran yang dipimpin Ayatollah Ali Khamenei. Namun, ancaman ini telah cukup untuk mengguncang pasar energi internasional. Harga minyak mentah melonjak signifikan. Brent menyentuh USD 128 per barel, sementara WTI naik ke kisaran USD 122. Lonjakan harga ini mendorong kepanikan pasar dan memperberat tekanan terhadap negara-negara pengimpor energi, termasuk Indonesia.

Pemerintah Indonesia merespons dengan langkah-langkah antisipatif. Nilai tukar rupiah terpantau tertekan hingga Rp16.520 per dolar AS, sementara ancaman terhadap harga BBM dalam negeri mulai menguat. Menteri Keuangan dan Menteri Energi dikabarkan tengah menyiapkan skenario darurat energi, termasuk kemungkinan peningkatan cadangan nasional serta penyesuaian fiskal bila subsidi energi membengkak.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menyebut ancaman penutupan Selat Hormuz sebagai wake-up call bagi Indonesia untuk segera mengurangi ketergantungan pada energi fosil impor. Menurutnya, transisi ke energi terbarukan harus dipercepat agar Indonesia memiliki ketahanan energi di masa depan. “Kita terlalu rentan terhadap guncangan global seperti ini. Tanpa kemandirian energi, kita akan selalu terbebani setiap kali konflik pecah di Timur Tengah,” kata Eko kepada media.

Dari parlemen, anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menegaskan pentingnya tindakan cepat pemerintah untuk mengamankan jalur distribusi alternatif dan memperbesar cadangan nasional. Menurutnya, krisis ini bukan sekadar isu luar negeri, tapi berdampak langsung ke masyarakat Indonesia. “Kalau harga minyak dunia melonjak, dampaknya bisa langsung terasa lewat harga BBM, tarif angkutan, dan inflasi,” ujarnya.

Purnawirawan Mayor Jenderal TNI yang juga anggota DPR, TB Hasanuddin, memperingatkan bahwa penutupan Selat Hormuz, meski baru sebatas ancaman, berpotensi memicu gejolak harga energi global. Ia mengatakan, Indonesia perlu menyiapkan langkah-langkah penyangga fiskal agar lonjakan harga minyak tidak menekan anggaran dan menyulitkan masyarakat. “Ini bukan hanya urusan geopolitik. Ini soal stabilitas ekonomi nasional kita,” tegasnya.

Dari sisi pertahanan nasional, Gubernur Lemhannas Tubagus Ace Hasan Syadzily menyebut perkembangan ini sebagai ancaman terhadap ketahanan energi Indonesia. Ia mengatakan bahwa forum Jakarta Geopolitical Forum yang akan datang akan secara khusus membahas langkah-langkah antisipasi terhadap potensi krisis energi global akibat konflik Iran-AS. Menurutnya, Indonesia harus mulai menyiapkan strategi jangka panjang untuk mengamankan pasokan energi secara berkelanjutan.

Ancaman penutupan Selat Hormuz memang belum direalisasikan, namun dampaknya sudah terasa nyata. Pasar merespons ancaman tersebut layaknya krisis yang tengah berlangsung. Fenomena yang disebut sebagai shadow blockade ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh jalur strategis itu terhadap perekonomian dunia. Jika benar-benar ditutup, analis memprediksi harga minyak dapat menembus USD 150 per barel dan memicu gelombang inflasi global.

Bagi Indonesia, ini bukan sekadar konflik luar negeri. Ini adalah ujian nyata terhadap kesiapan negara dalam menghadapi gejolak global. Tanpa kebijakan yang cepat, adaptif, dan berani, ancaman dari Timur Tengah bisa menjalar menjadi krisis dalam negeri yang jauh lebih berat.

(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online