Jasa Website Berita Online

Gudang Garam Tersungkur: Dari Raksasa Rokok Jadi Pabrik Sepi, Petani Temanggung Gigit Jari!

author photo Kamis, Juni 26, 2025



SHARE YA KAK!, Temanggung — Dulu berjaya sebagai salah satu raksasa industri rokok nasional, Gudang Garam Tbk kini tersungkur dihantam realitas baru. Penurunan laba yang tajam, ambruknya harga saham, dan keputusan menghentikan pembelian tembakau dari petani lokal menjadi bukti bahwa kejayaan lama tak lagi menjamin masa depan cerah. Sementara angka-angka di laporan keuangan terus melorot, petani tembakau di Temanggung, Jawa Tengah, hanya bisa menggigit jari, kehilangan mitra besar yang selama puluhan tahun menjadi tumpuan hidup mereka.

Perjalanan suram Gudang Garam tercermin dari laporan keuangan kuartal I 2025. Laba bersih perusahaan anjlok 82,46 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya, dari Rp595,57 miliar menjadi hanya Rp104,43 miliar. Penurunan ini sejalan dengan pendapatan yang ikut longsor dari Rp26,26 triliun menjadi Rp23,06 triliun. Laba usaha merosot tajam dari Rp981,9 miliar menjadi Rp315,45 miliar. Berbagai pos penting lainnya ikut menyusut: laba kotor, laba kurs, hingga laba sebelum pajak. Satu-satunya yang tumbuh adalah pendapatan lain-lain, tetapi itu tidak cukup menambal kinerja yang sudah tergerus dari sisi inti bisnis.

Ambruknya performa finansial ini berdampak langsung terhadap kekayaan pemilik perusahaan. Susilo Wonowidjojo, Presiden Direktur Gudang Garam yang juga anak pendiri perusahaan, tercatat mengalami penyusutan kekayaan secara drastis dalam enam tahun terakhir. Berdasarkan data Forbes 2024, nilai kekayaan Susilo menyusut dari US$9,2 miliar pada 2018 menjadi hanya US$2,9 miliar, atau setara Rp47,4 triliun. Artinya, dalam kurun waktu enam tahun, ia kehilangan sekitar Rp102,9 triliun. Kejatuhan ini terjadi seiring performa laba Gudang Garam yang juga tak lagi sekilau masa lalu.

Tak hanya itu, harga saham GGRM yang dulu perkasa pun kini terseok-seok. Enam tahun lalu, saham Gudang Garam sempat bertengger di kisaran Rp90.000 per lembar. Namun pada perdagangan Jumat, 20 Juni 2025, harga sahamnya terjerembap ke level Rp9.100 per lembar. Penurunan hampir sepuluh kali lipat ini menjadi penanda nyata bahwa pasar sudah kehilangan kepercayaan terhadap prospek perusahaan yang pernah menjadi tulang punggung industri hasil tembakau Indonesia.

Dampaknya tak berhenti di ruang rapat manajemen atau meja kerja para investor. Di lereng-lereng Temanggung, para petani tembakau kini menghadapi masa depan yang suram. Gudang Garam dan Nojorono, dua pabrikan besar yang selama ini menjadi penyerap utama tembakau Temanggung, sejak akhir 2024 memutuskan berhenti membeli dari wilayah ini. Kepala Desa Purbasari, Pujiyono, menyebut bahwa kondisi tersebut telah membuat panen tembakau menumpuk di rumah-rumah petani. "Tahun lalu Gudang Garam dan Nojorono sudah absen beli di Kabupaten Temanggung," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Temanggung selama ini dikenal sebagai penghasil tembakau kualitas tinggi, yang kerap digunakan sebagai bahan utama kretek khas Indonesia. Namun tanpa pabrikan besar sebagai mitra, petani kehilangan daya tawar dan menghadapi ketidakpastian musim tanam mendatang. Pemerintah Kabupaten Temanggung pun bergerak cepat. Bupati Agus Setyawan telah mengirim surat resmi kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, meminta audiensi dan menyuarakan keresahan petani. Kenaikan tarif cukai rokok dianggap sebagai biang keladi makin merosotnya industri ini.

Di sisi lain, perusahaan pun tak tinggal diam. Dalam kondisi laba menurun dan pasar makin menyempit, efisiensi menjadi pilihan tak terhindarkan. Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menilai keputusan Gudang Garam untuk menghentikan pembelian tembakau merupakan langkah efisiensi di tengah tekanan beruntun yang menimpa sektor ini. "Kemungkinan besar itu karena penurunan penjualan. Meskipun masih ada profit, tapi trennya jelas turun," ujarnya kepada Inilah.com.

Media juga mencatat bahwa pelemahan daya beli masyarakat pasca pandemi hingga 2025 turut memukul permintaan rokok. Meski rokok dianggap sebagai kebutuhan tersendiri bagi sebagian masyarakat, namun kenaikan cukai tiap tahun dan stagnasi pendapatan membuat banyak konsumen mengurangi konsumsi atau beralih ke produk lebih murah.

Gudang Garam bukan sembarang perusahaan. Didirikan tahun 1958 oleh Surya Wonowidjojo, perusahaan ini sempat memiliki enam unit pabrik di atas lahan 100 hektare dan mempekerjakan puluhan ribu buruh. Cukai yang disetorkan ke negara mencapai lebih dari Rp100 miliar per tahun. Namun saat ini, kilau kejayaan itu memudar perlahan. Bahkan dengan total aset yang mulai menyusut, dan liabilitas yang masih tinggi, perusahaan menghadapi tantangan besar untuk bertahan di tengah peta industri yang terus berubah.

Kini, bukan hanya angka-angka di neraca keuangan yang membuat was-was. Para petani, pekerja pabrik, dan pelaku usaha kecil di sepanjang rantai produksi tembakau ikut terkena imbas. Gudang Garam bukan sekadar korporasi, melainkan bagian dari denyut ekonomi daerah yang telah berpuluh tahun tumbuh bersama masyarakat. Kejatuhannya menimbulkan efek domino yang belum tentu bisa segera dipulihkan.

Di tengah gempuran regulasi, tren gaya hidup sehat, dan tekanan ekonomi nasional, Gudang Garam berdiri di simpang jalan. Apakah masih ada ruang bagi kebangkitan? Atau sejarah tengah mencatat babak akhir dari salah satu dinasti bisnis terbesar di Indonesia? Satu hal yang pasti, petani di Temanggung masih menanti, dengan gudang penuh tembakau dan harapan yang mulai mengering.

(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online