Jasa Website Berita Online

Di Tengah Ekonomi Lesu, Iklan Pinjol Semakin Meresahkan!

author photo Rabu, Juni 04, 2025



SHARE YA KAK!, Jakarta — Di tengah tekanan ekonomi yang makin terasa di berbagai lapisan masyarakat, iklan layanan pinjaman online atau pinjol justru kian masif. Promosi bertubi-tubi lewat SMS, sambungan telepon, hingga media sosial seolah mengintai keseharian masyarakat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan jebakan finansial yang menyasar warga dalam situasi rentan.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2025, jumlah akumulasi pinjaman yang disalurkan oleh penyelenggara fintech peer-to-peer lending tercatat mencapai Rp63,5 triliun. Angka tersebut meningkat 18 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, jumlah rekening peminjam aktif juga naik, menembus 21 juta rekening. Di sisi lain, pengaduan terkait pinjol ilegal maupun penagihan yang tidak sesuai aturan juga meningkat, menandakan tingginya risiko yang dihadapi konsumen.

Hutang Lunas 30 Hari
Klik disini!

Fenomena ini tidak lepas dari kondisi ekonomi nasional yang masih diliputi ketidakpastian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,5 persen, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi bahan pokok terus menekan daya beli masyarakat, yang dibarengi dengan meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur dan ritel. Dalam situasi ini, pinjaman cepat menjadi jalan pintas bagi banyak warga yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun di balik kemudahan yang ditawarkan, promosi pinjol dinilai semakin mengkhawatirkan. Pesan singkat dan telepon penawaran pinjaman masuk hampir setiap hari, bahkan ke nomor yang tidak pernah mendaftar layanan keuangan digital. Di media sosial, iklan pinjol tampil dengan narasi persuasif yang menyasar pengguna muda dan pekerja informal. Tak jarang, pinjaman dipasarkan seolah sebagai solusi instan tanpa risiko.

Seorang pengamat ekonomi independen yang enggan disebutkan namanya menilai, pemerintah belum menunjukkan langkah tegas dalam membatasi promosi berlebihan layanan pinjaman digital. “Ini bukan hanya soal etika promosi, tapi soal perlindungan konsumen. Banyak masyarakat yang akhirnya terjerat pinjaman tanpa memahami bunga, denda, dan risiko gagal bayar,” ujarnya.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap penyalahgunaan data pribadi. “Kalau seseorang bisa mendapat penawaran pinjaman lewat SMS tanpa pernah mendaftar apa-apa, berarti ada celah dalam perlindungan data kita. Ini berbahaya,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah dan regulator untuk mengambil langkah konkret. Pertama, dengan membatasi ruang promosi digital pinjol yang masuk ke saluran pribadi seperti SMS dan telepon tanpa persetujuan. Kedua, meningkatkan pengawasan terhadap konten iklan pinjol di media sosial, termasuk menindak penyedia platform yang membiarkan promosi yang menyesatkan. Ketiga, memperkuat edukasi literasi keuangan digital kepada masyarakat, terutama di daerah dengan penetrasi internet tinggi.


Ia juga menilai bahwa sinergi antar lembaga seperti OJK, Kominfo, dan Kementerian Koperasi perlu ditingkatkan agar regulasi pinjol tidak berjalan parsial. “Jangan sampai teknologi keuangan yang seharusnya membawa inklusi justru menjadi instrumen eksploitasi warga yang sedang terdesak secara ekonomi,” ujarnya.

Di tengah derasnya arus promosi pinjol, perlindungan konsumen dan transparansi informasi menjadi kunci. Tanpa itu, masyarakat akan terus terpapar risiko yang tidak sebanding dengan manfaatnya.

(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online