SHARE YA KAK!, Jakarta — Pemerintah kembali menggulirkan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) senilai Rp10 triliun untuk tahun 2025. Namun, program ini mendapat sorotan tajam dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menyebut skema penyalurannya tidak adil dan diskriminatif.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa bantuan ini hanya menyasar pekerja formal peserta BPJS Ketenagakerjaan, sementara jutaan buruh lainnya yang bekerja di sektor informal atau belum terdaftar BPJS tidak tersentuh sama sekali.
"Ini bentuk ketidakadilan sosial. Buruh yang sama-sama terdampak ekonomi tidak semua mendapatkan bantuan hanya karena masalah administrasi," ujar Said Iqbal dalam keterangan resminya.
KSPI: Potensi Kebocoran dan Penyalahgunaan
Lebih lanjut, KSPI juga menilai skema penyaluran BSU melalui pihak ketiga berpotensi membuka ruang korupsi dan kebocoran dana.
"Dana Rp10 triliun bukan jumlah kecil. Harus ada pengawasan ketat. Jangan sampai ini jadi celah bancakan oknum tertentu," tegas Iqbal.
KSPI meminta agar penyaluran dana dilakukan langsung ke rekening pekerja, tanpa perantara, demi menjamin akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan.
Tuntutan Evaluasi Menyeluruh
Partai Buruh dan KSPI juga mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme BSU, termasuk memperluas kriteria penerima agar buruh non-BPJS bisa ikut menikmati bantuan serupa.
“Kalau memang niat membantu rakyat, bantu semua yang membutuhkan. Jangan hanya yang terdaftar di sistem,” tambah Iqbal.
Sejumlah pengamat ketenagakerjaan juga menyoroti pentingnya transparansi data penerima dan pelibatan serikat pekerja dalam proses verifikasi.
Sumber: TVoneNews
(Red/Vendetta)