Jasa Website Berita Online

Mirisnya Kemudahan Pinjaman: Gen Z Terjerat Utang di Era Digital

author photo Sabtu, Mei 24, 2025

Di tengah perkembangan teknologi finansial yang kian pesat, generasi Z justru menghadapi ancaman yang tidak kasat mata namun sangat nyata: jerat utang akibat layanan pinjaman instan dan paylater. Kemudahan akses yang ditawarkan aplikasi fintech nyatanya telah mendorong perilaku konsumtif, terutama di kalangan muda yang secara psikologis belum memiliki kontrol keuangan yang matang.

Data dari Kredivo dan Katadata Insight Center (2024) menunjukkan bahwa 26,5% pengguna paylater berasal dari Gen Z (usia 18–25 tahun). Bahkan laporan Pefindo Biro Kredit mencatat bahwa hampir 40% debitur paylater di Indonesia adalah Gen Z, dengan rata-rata satu orang memiliki tiga fasilitas kredit. Fenomena ini menjadi sinyal bahaya bahwa generasi muda telah menjadi target utama ekosistem konsumtif yang dibungkus dalam kemasan digital.

Motivasi penggunaan paylater memang terdengar masuk akal: mengatur arus kas dan memenuhi kebutuhan mendesak. Survei Katadata mencatat bahwa 59% pengguna memanfaatkan fitur ini demi pengelolaan keuangan jangka pendek, sementara 41% menggunakannya karena tidak memiliki cukup uang tunai. Ironisnya, kemudahan ini justru menjadi jebakan psikologis yang membuat mereka nyaman menunda pembayaran, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total nilai utang paylater masyarakat Indonesia telah menyentuh angka Rp26,37 triliun per Agustus 2024. Dari jumlah tersebut, kredit macet mencapai Rp2,12 triliun—angka yang sangat mengkhawatirkan. Gen Z sendiri menyumbang sekitar Rp460 miliar dari kredit macet tersebut. Ini mencerminkan bahwa mayoritas pengguna muda belum sepenuhnya memahami risiko dari layanan ini, apalagi dalam konteks suku bunga tersembunyi dan biaya tambahan yang kerap luput dari perhatian.

Fenomena ini seharusnya tidak hanya menjadi perhatian lembaga keuangan atau pelaku fintech semata, melainkan juga alarm bagi pemerintah. Bagaimana mungkin generasi penerus bangsa dibiarkan begitu saja terjebak dalam pola utang tanpa regulasi yang kuat dan literasi keuangan yang memadai?

Literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah, terutama di kalangan anak muda. Belum ada kebijakan komprehensif yang secara spesifik mengatur edukasi finansial digital di jenjang sekolah atau kampus. Di sisi lain, platform penyedia layanan paylater cenderung hanya fokus pada akuisisi pengguna baru tanpa memberikan pemahaman memadai tentang konsekuensi keuangan jangka panjang.

Pemerintah tidak bisa tinggal diam. Sudah saatnya dibuat regulasi yang lebih ketat untuk membatasi akses paylater bagi kelompok usia rentan seperti Gen Z. Selain itu, penyedia layanan digital juga wajib menyampaikan informasi secara transparan terkait biaya, bunga, dan risiko keterlambatan pembayaran. Edukasi finansial harus dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, agar generasi muda bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan dalam keputusan finansial mereka.

Jika tidak segera ditangani, kemudahan ini akan menjadi bumerang. Kita tengah menyaksikan sebuah generasi tumbuh dengan gaya hidup yang terperangkap dalam ilusi kemudahan, namun sesungguhnya menjerumuskan. Pemerintah harus hadir, bukan sekadar sebagai pengawas, tetapi sebagai pelindung masa depan finansial anak bangsa.

Penulis oleh: Yayan FR

(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online