Jasa Website Berita Online

1 Juta Sarjana Menganggur! Kuliah Mahal, Pekerjaan Sulit di Dapat!

author photo Kamis, Juli 10, 2025



SHARE YA KAK!, Jakarta — Hampir setiap rumah tangga di Indonesia punya impian serupa: melihat anaknya menyandang gelar sarjana dan hidup mapan. Tapi kenyataan tak selalu berpihak.

Data BPS per Februari 2025 mencatat sekitar 1,01 juta sarjana menganggur di Indonesia. Ironisnya, angka itu terus bertambah hingga pertengahan tahun.

Jumlah itu menjadi bagian dari total 7,28 juta pengangguran nasional. Di atas kelompok sarjana, ada lulusan SD–SMP sebanyak 2,42 juta orang, SMA 2,04 juta, SMK 1,63 juta, dan diploma sekitar 177 ribu. Namun lulusan perguruan tinggi menjadi sorotan utama karena beban biaya kuliah yang tinggi serta ekspektasi yang besar dari masyarakat.

“Kondisi ini adalah potret saat ini, dan tentu menjadi tantangan serius bagi kita semua,” ujar Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dikutip dari Detik Finance, 7 Juli 2025. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antarkementerian untuk menyelesaikan persoalan ini.

Pengangguran lulusan sarjana tak semata disebabkan minimnya lapangan kerja. Para ekonom menyebut ini sebagai gejala mismatch, atau ketimpangan antara keahlian lulusan dengan kebutuhan dunia industri.

“Ini alarm serius. Kalau lulusan sarjana saja tidak terserap, apalagi yang lain,” kata Esther Sri Astuti, ekonom dari INDEF, dalam wawancara bersama Kompas.com.

Di sisi lain, banyak perusahaan yang mensyaratkan pengalaman kerja atau keterampilan praktis, sementara banyak lulusan justru datang tanpa portofolio atau pengalaman magang yang relevan. Pemerintah sudah menggulirkan berbagai program vokasi dan pelatihan digital, namun dampaknya masih belum merata.

Tak sedikit sarjana yang akhirnya banting setir menjadi ojek online, kasir minimarket, atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Beberapa mengaku kecewa karena tak kunjung mendapat pekerjaan yang sesuai bidang atau impian mereka.

Pemerintah mengklaim telah menjalankan sejumlah strategi: dari penguatan link and match antara kampus dan industri, hingga revitalisasi Balai Latihan Kerja. Namun pelaksanaannya di lapangan kerap terbentur birokrasi dan ketidaksiapan institusi pendidikan.

“Jangan sampai gelar hanya jadi beban. Pendidikan harus jadi bekal, bukan sekadar simbol,” kata Menaker Yassierli, dikutip dari Antara News.

Sejumlah pengamat mendesak agar pendidikan tinggi tak lagi sekadar mengejar akreditasi atau jumlah lulusan, tetapi mulai fokus pada kualitas keterampilan kerja, literasi digital, dan kemampuan beradaptasi di dunia kerja modern.

Bagi banyak keluarga, menyekolahkan anak hingga sarjana adalah perjuangan panjang. Tak jarang orang tua harus menjual aset, berutang, atau bekerja ekstra demi membayar biaya kuliah. Maka, ketika anaknya tak juga mendapat pekerjaan, rasa kecewa tak terhindarkan.

“Anak saya lulusan universitas negeri, tapi sudah setahun lamar kerja nggak pernah dipanggil,” ujar Warto, pengemudi ojek daring di Jakarta. Kini, anaknya membantu mengurus toko online sambil terus mencari kerja.

Warto hanyalah satu dari ribuan orang tua yang berharap gelar sarjana bisa mengangkat derajat hidup keluarganya. Tapi kenyataannya, gelar tak selalu menjamin pekerjaan, apalagi dalam sistem yang belum siap menyambut lulusan dengan baik.

Indonesia kini dihadapkan pada tantangan besar: memperbaiki ekosistem pendidikan tinggi dan dunia kerja. Jika tidak, jutaan sarjana akan terus terjebak dalam lingkaran pengangguran, dan mimpi-mimpi mereka akan berakhir sebagai statistik belaka.

(Red/Vendetta)

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online

Advertisement

Jasa Pembuatan Website Berita Online