Ambang Kemiskinan Naik
Perubahan signifikan ini dipicu oleh penyesuaian garis kemiskinan global yang dilakukan Bank Dunia. Lembaga keuangan internasional tersebut kini menggunakan data Purchasing Power Parity (PPP) 2021 untuk memperbarui ambang kemiskinan:
Garis kemiskinan ekstrem: dari US$ 2,15 → US$ 3,00 per hari
Lower-middle-income poverty line: dari US$ 3,65 → US$ 4,20 per hari
Upper-middle-income poverty line: dari US$ 6,85 → US$ 8,30 per hari
Dengan acuan US$ 8,30 per hari (setara ±Rp130 ribu), sebagian besar penduduk Indonesia kini masuk dalam kategori "miskin" atau "rentan miskin" menurut standar global terkini.
Indonesia Terdampak Signifikan
Indonesia termasuk negara dengan lonjakan paling signifikan. Berdasarkan estimasi Bank Dunia, penduduk Indonesia yang hidup di bawah ambang US$ 8,30 mencapai sekitar 194 juta jiwa dari total populasi sekitar 285 juta. Sebelumnya, dengan garis kemiskinan lama, jumlah itu tercatat hanya sekitar 171 juta jiwa atau sekitar 60 persen.
Hal ini bukan berarti daya beli masyarakat Indonesia tiba-tiba memburuk, namun karena standar internasionalnya yang kini lebih tinggi, menggeser banyak orang ke dalam kategori miskin atau rentan miskin.
Pemerintah RI Tetap Gunakan Data BPS
Pemerintah Indonesia menanggapi laporan ini dengan menekankan bahwa standar kemiskinan nasional tetap mengacu pada Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS, per September 2024, tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat sebesar 8,16%, atau sekitar 24 juta orang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah tetap mengandalkan data domestik karena lebih relevan untuk kebijakan nasional.
“Indonesia tetap menggunakan data kemiskinan dari BPS karena itu mencerminkan kondisi riil sesuai dengan standar nasional,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers.
Apakah Masyarakat Jadi Lebih Miskin?
Para ekonom menilai bahwa lonjakan angka ini tidak mencerminkan kemunduran ekonomi secara langsung, melainkan perubahan cara menghitung dan memetakan kesejahteraan penduduk global.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira dari CELIOS mengatakan bahwa standar baru Bank Dunia bisa menjadi alarm bagi negara berkembang untuk meningkatkan jaminan sosial dan memperluas akses layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Sumber: KMPS CNN
(Red/Vendetta)